RINDU PAHLAWAN
Aku
rindu kalian Pahlawan. Kala itu, rudal-rudal panas bebas beterbangan. Bom-bom
bebas berhamburan. Kepulan asap mewarnai langit yang saat itu mulai kelam.
Banyak putra dan putri kecil yang berlarian. Mengejar, mencari sesosok ayah
yang dicintai. Napas berat, yang saat itu terpaksa ia nikmati. Melihat ayahnya
yang berlumur darah, dan tidak bernyawa lagi.
Mutiara-mutiara kecil mulai berhambur deras
melalui pipi kecilnya. Keras teriakan menggelegar layaknya petir yang keluar
diantara bibir mungilnya. Harum darah tercium pada hidungnya. Bagian-bagian
tubuh yang terpisah, yang tampak dalam penglihatannya. Malamnya dilalui dengan
ketegangan tanpa hati yang tenang. Tidak ada tempat untuk sembunyi. Tidak ada
waktu untuk bermain. Semuanya harus siap untuk menghadapi. Kalian Pahlawan,
berdiri tegap, melawan ketakutan, untuk melindungi kami generasi mendatang. Yang
entah kalian ketahui, mungkinkah kami akan menjaga negeri ini atau bahkan kami
yang akan memperburuknya. Dengan keihklasan kalian berlari. Dengan keberanian
kalian mengangkat bambu runcing, dan dengan takbir senjata sederhana menjadi
roket yang paling menakutkan.
Seandainya kalian tahu. Kini negara tercinta
sudah tidak seperti dulu. Entah apa yang akan kalian lakukan, aku yakin kalian
pasti tidak akan suka keadaan seperti ini. Bukan lagi penjajah yang memerangi
negara ini. Tapi, perang saudara yang telah banyak merenggut nyawa. Hukum-hukum
mulai melemah. Tajam kebawah tumpul keatas. Sistem adu domba yang membuat
benang merah yang mengikat diantara kami tepo dan menipis. Kami menjadi budak di
negara sendiri. Aku, Dia, juga Mereka membutuhkan jiwa kalian para Pahlawan.
Bukan besok ataupun lusa. Tapi, sekarang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar